Pemimpin yang memiliki cara pandang objektif biasanya berhubungan dengan bawahannya sesuai dengan prosedur atasan-bawahan.Proses komunikasinya pun terkesan kaku dan seringkali asal memerintah tanpa mau mendengarkan masukan dari orang lain.Pemimpin otoriter adalah contoh pemimpin yang memiliki cara pandang ini.kegiatan nonformal jarang terjadi diantara atasan-bawahan.
Sedangkan cara pandang subjektif lebih luwes dan fleksibel sesuai dengan pemaknaan akan suatu hal/informasi.Komunikasi atasan-bawahan lebih cair,bawahan banyak memberikan masukan kepada atasan.Kegiatan2 nonformal baik atasan-bawahan,bawahan-atasan banyak terjadi.
Sedangkan cara pandang subjektif lebih luwes dan fleksibel sesuai dengan pemaknaan akan suatu hal/informasi.Komunikasi atasan-bawahan lebih cair,bawahan banyak memberikan masukan kepada atasan.Kegiatan2 nonformal baik atasan-bawahan,bawahan-atasan banyak terjadi.
Contoh peristiwanya adalah:
Sebuah perusahaan memotong gaji karyawannya yang telat masuk kantor.Lalu .Ada seorang bawahan yang telat 1 jam masuk kantor,karena harus mengantar istrinya yang tiba2 sakit ke RS..Jika pemimpinnya memiliki cara pandang objektif biasanya ia langsung memotong gaji karyawan tsb,namun jika ia berpandangan subjektif maka ia akan mempertimbangkan alasan yang membuat bawahan tsb mengapa bisa terlambat.
Kelebihan:
-sesuai dengan prosedur yang ada,jadi kesalahan dapat di minimalisir
-Menjadikan budaya “segan” dikalangan karyawan terhadap atasan
-Wibawa atasan terjaga
-lebih focus terhadap tujuan organisasi,dan tidak terkesan membuang2 waktu.
-sesuai dengan prosedur yang ada,jadi kesalahan dapat di minimalisir
-Menjadikan budaya “segan” dikalangan karyawan terhadap atasan
-Wibawa atasan terjaga
-lebih focus terhadap tujuan organisasi,dan tidak terkesan membuang2 waktu.
Kekurangan:
-Ruang lingkup bawahan menjadi terbatas
-Atasan menjadi otoriter
-Suasana organisasi kaku
-Tertutup terhadap hal2 luar yang siapa tahu bisa memberikan kemajuan terhadap organisasi.
Cara Pandang Subjektif
CONTOH DINAMIKA KOMUNIKASI BEM KM (Universitas Gajah Mada)
Berikut contoh kasus dinamika komunikasi BEM KM UGM yang saya ambil dari: http://dirimu.files.wordpress.com/2010/04/dinamika-komunikasi-dalam-organisasi-mahasiswa.pdf
Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM
merupakan organisasi intrakampus di tingkat universitas. BEM KM memiliki fokus kajian lebih pada pergerakan mahasiswa. Banyak mahasiswa menyamakan BEM KM sebagai unit kegiatan mahasiswa di bidang politik.
Layaknya sebuah pemerintahan negara, mekanisme suksesi presiden BEM juga
melalui pemilihan umum oleh mahasiswa. Calon presiden harus didukung oleh partai-partai dari mahasiswa yang biasanya berbasis organisasi ekstra-kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), KAMMI, GMNI, FMN, LMND dan lain-lain. Organisasi-organisasi tersebut memiliki paradigma dan ideologi pergerakan yang berbeda. Beberapa periode terakhir, presiden yang terpilih adalah kader dari KAMMI yang notabene berbasis Islam.
Setelah terpilih presiden BEM KM, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan
susunan kabinet. Merupakan hak prerogatif presiden untuk memilih siapa yang berhak duduk di jajaran menteri kabinet yang akan membawahi departemen.
Namun dalam kenyataannya, komposisi menteri ini merupakan hasil kompromi politik antargolongan mahasiswa. Sehingga muncul istilah kabinet ‘kabinet kanan pol kiri mentok’ yang kira-kira bisa diartikan bahwa menteri dalam kabinet merupakan gabungan mahasiswa berideologi ‘kiri’ (sosialis) dan golongan ‘kanan’ (Islam puritan).
Selain Menteri dan deputi masing-masing departemen, staf BEM KM direkrut melalui
proses seleksi terbuka. Dilihat asal fakultas, lebih dari 50 % staf BEM KM tahun 2007 diisi oleh mahasiswa dari jurusan ilmu non-sosial. Sedangkan dari tahun angkatan, paling banyak dari mahasiswa angkatan 2006 disusul 2005, 2004 dan yang paling sedikit tentunya angkatan 2003.
Dengan kacamata budaya, interaksi yang terjadi antaranggota anggota akan
melahirkan apa yang disebut budaya organisasi. Budaya dari kelompok dominan tentu akan lebih mewarnai budaya organisasi secara keseluruhan. Indikator untuk melihat budaya organisasi bisa diamati dari kata-kata yang digunakan, penampilan, aktivitas, cerita, kebiasaan.
Dalam kasus ini, kelompok yang dominan dalam tubuh BEM KM adalah dari
organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Indikasi budaya dominant ini terlihat dari penggunaan istilah bahasa Arab seperti ‘antum’ sebagai kata ganti kamu, ‘syuro’ sebagai kata ganti rapat serta ucapan-ucapan bahasa Arab yang khas. Sedangkan dari penampilan, terlihat dari pakaian yang dikenakan beberapa pengurus perempuan yaitu dengan memakai baju besar, bawahan panjang menyapu lantai dan jilbab ukuran jumbo menutupi kedua lengan.
Namun dominasi satu budaya tidak sepenuhnya mutlak dari satu pihak. Seperti
dikatakan sebelumnya bahwa interaksi adalah proses saling berbagi makna, saling mempengaruhi antarpihak. Dengan kata lain seberapapun kuatnya budaya dominan, ia akan terpengaruh oleh budaya lain meskipun sedikit.
Sebagai buktinya adalah upaya BEM KM untuk melakukan jejaring dengan organisasi lain dari golongan ‘kiri’ (melakukan aksi bersama organisasi kaum buruh, miskin kota) suatu hal yang tidak dilakukan oleh pendahulu mereka. Hal ini merupakan perubahan besar dalam tubuh BEM KM sendiri karena selama ini citra BEM adalah organisasi elit yang dikuasai golongan tertentu.
Bahasan lain tentang komunikasi organisasi BEM KM adalah mengenai jenis
komunikasi yang digunakan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa jenis komunikasi terpenting dalam organisasi meliputi pertama, komunikasi antara atasan dengan bawahan.
Hingga saat ini tidak ada masalah yang cukup berarti dalam hal komunikasi karena dari segi usia antara presiden, menteri maupun staf tidak terpaut jauh. Antar anggota sudah seperti teman sendiri. Apalagi seringkali berinteraksi secara nonformal seperti menonton TV bersama, bercanda, piknik bersama cukup mampu mencairkan suasana.
Justru yang menjadi kendala adalah komunikasi horisontal antar staf, khususnya bila berada di departemen yang berlainan. Di samping masalah besarnya jumlah anggota departemen, yang menjadi penyebab utama adalah tidak adanya momen yang memberi kesempatan staf antar departemen untuk saling berinteraksi. Tiap departemen disibukkan oleh agenda kerja masing-masing dan mengabaikan agenda departemen lain.
Analisa kasus:
1.Komunikasi yang terjadi didalam organisasi BEM KM UGM menurut saya pemimpinnya menganut cara pandang subjektif.Apa buktinya?
“Hingga saat ini tidak ada masalah yang cukup berarti dalam hal komunikasi karena dari segi usia antara presiden, menteri maupun staf tidak terpaut jauh. Antar anggota sudah seperti teman sendiri. Apalagi seringkali berinteraksi secara nonformal seperti menonton TV bersama, bercanda, piknik bersama cukup mampu mencairkan suasana”
“Dalam kasus ini, kelompok yang dominan dalam tubuh BEM KM adalah dari
organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Indikasi budaya dominant ini terlihat dari penggunaan istilah bahasa Arab seperti ‘antum’ sebagai kata ganti kamu, ‘syuro’ sebagai kata ganti rapat serta ucapan-ucapan bahasa Arab yang khas. Sedangkan dari penampilan, terlihat dari pakaian yang dikenakan beberapa pengurus perempuan yaitu dengan memakai baju besar, bawahan panjang menyapu lantai dan jilbab ukuran jumbo menutupi kedua lengan.”
Dua kutipan diatas menunjukan bahwa di dalam BEM KM komunikasi “cair” antara atasan-bawahan,bawahan-bawahan tidak ada tembok pemisah yang berarti,itu artinya komunikasi terjadi secara nonformal,jikapun formal itu hanya sedikit.Dan komunikasinya juga dengan mudah dimasuki oleh pengaruh2 luar sepeti penggunaan2 istilah dikalangan anggotanya,padahal hal2 tersebut tidak ada di kode etik.aturan formal organisasi.
Berikut contoh kasus dinamika komunikasi BEM KM UGM yang saya ambil dari: http://dirimu.files.wordpress.com/2010/04/dinamika-komunikasi-dalam-organisasi-mahasiswa.pdf
Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM
merupakan organisasi intrakampus di tingkat universitas. BEM KM memiliki fokus kajian lebih pada pergerakan mahasiswa. Banyak mahasiswa menyamakan BEM KM sebagai unit kegiatan mahasiswa di bidang politik.
Layaknya sebuah pemerintahan negara, mekanisme suksesi presiden BEM juga
melalui pemilihan umum oleh mahasiswa. Calon presiden harus didukung oleh partai-partai dari mahasiswa yang biasanya berbasis organisasi ekstra-kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), KAMMI, GMNI, FMN, LMND dan lain-lain. Organisasi-organisasi tersebut memiliki paradigma dan ideologi pergerakan yang berbeda. Beberapa periode terakhir, presiden yang terpilih adalah kader dari KAMMI yang notabene berbasis Islam.
Setelah terpilih presiden BEM KM, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan
susunan kabinet. Merupakan hak prerogatif presiden untuk memilih siapa yang berhak duduk di jajaran menteri kabinet yang akan membawahi departemen.
Namun dalam kenyataannya, komposisi menteri ini merupakan hasil kompromi politik antargolongan mahasiswa. Sehingga muncul istilah kabinet ‘kabinet kanan pol kiri mentok’ yang kira-kira bisa diartikan bahwa menteri dalam kabinet merupakan gabungan mahasiswa berideologi ‘kiri’ (sosialis) dan golongan ‘kanan’ (Islam puritan).
Selain Menteri dan deputi masing-masing departemen, staf BEM KM direkrut melalui
proses seleksi terbuka. Dilihat asal fakultas, lebih dari 50 % staf BEM KM tahun 2007 diisi oleh mahasiswa dari jurusan ilmu non-sosial. Sedangkan dari tahun angkatan, paling banyak dari mahasiswa angkatan 2006 disusul 2005, 2004 dan yang paling sedikit tentunya angkatan 2003.
Dengan kacamata budaya, interaksi yang terjadi antaranggota anggota akan
melahirkan apa yang disebut budaya organisasi. Budaya dari kelompok dominan tentu akan lebih mewarnai budaya organisasi secara keseluruhan. Indikator untuk melihat budaya organisasi bisa diamati dari kata-kata yang digunakan, penampilan, aktivitas, cerita, kebiasaan.
Dalam kasus ini, kelompok yang dominan dalam tubuh BEM KM adalah dari
organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Indikasi budaya dominant ini terlihat dari penggunaan istilah bahasa Arab seperti ‘antum’ sebagai kata ganti kamu, ‘syuro’ sebagai kata ganti rapat serta ucapan-ucapan bahasa Arab yang khas. Sedangkan dari penampilan, terlihat dari pakaian yang dikenakan beberapa pengurus perempuan yaitu dengan memakai baju besar, bawahan panjang menyapu lantai dan jilbab ukuran jumbo menutupi kedua lengan.
Namun dominasi satu budaya tidak sepenuhnya mutlak dari satu pihak. Seperti
dikatakan sebelumnya bahwa interaksi adalah proses saling berbagi makna, saling mempengaruhi antarpihak. Dengan kata lain seberapapun kuatnya budaya dominan, ia akan terpengaruh oleh budaya lain meskipun sedikit.
Sebagai buktinya adalah upaya BEM KM untuk melakukan jejaring dengan organisasi lain dari golongan ‘kiri’ (melakukan aksi bersama organisasi kaum buruh, miskin kota) suatu hal yang tidak dilakukan oleh pendahulu mereka. Hal ini merupakan perubahan besar dalam tubuh BEM KM sendiri karena selama ini citra BEM adalah organisasi elit yang dikuasai golongan tertentu.
Bahasan lain tentang komunikasi organisasi BEM KM adalah mengenai jenis
komunikasi yang digunakan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa jenis komunikasi terpenting dalam organisasi meliputi pertama, komunikasi antara atasan dengan bawahan.
Hingga saat ini tidak ada masalah yang cukup berarti dalam hal komunikasi karena dari segi usia antara presiden, menteri maupun staf tidak terpaut jauh. Antar anggota sudah seperti teman sendiri. Apalagi seringkali berinteraksi secara nonformal seperti menonton TV bersama, bercanda, piknik bersama cukup mampu mencairkan suasana.
Justru yang menjadi kendala adalah komunikasi horisontal antar staf, khususnya bila berada di departemen yang berlainan. Di samping masalah besarnya jumlah anggota departemen, yang menjadi penyebab utama adalah tidak adanya momen yang memberi kesempatan staf antar departemen untuk saling berinteraksi. Tiap departemen disibukkan oleh agenda kerja masing-masing dan mengabaikan agenda departemen lain.
Analisa kasus:
1.Komunikasi yang terjadi didalam organisasi BEM KM UGM menurut saya pemimpinnya menganut cara pandang subjektif.Apa buktinya?
“Hingga saat ini tidak ada masalah yang cukup berarti dalam hal komunikasi karena dari segi usia antara presiden, menteri maupun staf tidak terpaut jauh. Antar anggota sudah seperti teman sendiri. Apalagi seringkali berinteraksi secara nonformal seperti menonton TV bersama, bercanda, piknik bersama cukup mampu mencairkan suasana”
“Dalam kasus ini, kelompok yang dominan dalam tubuh BEM KM adalah dari
organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Indikasi budaya dominant ini terlihat dari penggunaan istilah bahasa Arab seperti ‘antum’ sebagai kata ganti kamu, ‘syuro’ sebagai kata ganti rapat serta ucapan-ucapan bahasa Arab yang khas. Sedangkan dari penampilan, terlihat dari pakaian yang dikenakan beberapa pengurus perempuan yaitu dengan memakai baju besar, bawahan panjang menyapu lantai dan jilbab ukuran jumbo menutupi kedua lengan.”
Dua kutipan diatas menunjukan bahwa di dalam BEM KM komunikasi “cair” antara atasan-bawahan,bawahan-bawahan tidak ada tembok pemisah yang berarti,itu artinya komunikasi terjadi secara nonformal,jikapun formal itu hanya sedikit.Dan komunikasinya juga dengan mudah dimasuki oleh pengaruh2 luar sepeti penggunaan2 istilah dikalangan anggotanya,padahal hal2 tersebut tidak ada di kode etik.aturan formal organisasi.
Kelebihan:
-Karyawan lebih bisa mengembangkan potensi yanga ada didalam dirinya
-Suasana organisasi lebih hidup dan tidak monoton
-Banyak opsi terhadap kemajuan organisasi karena seluruh anggota bebas berbicara dan berpendapat.
-Pimpinan lebih disenangi bawahan
-Karyawan lebih bisa mengembangkan potensi yanga ada didalam dirinya
-Suasana organisasi lebih hidup dan tidak monoton
-Banyak opsi terhadap kemajuan organisasi karena seluruh anggota bebas berbicara dan berpendapat.
-Pimpinan lebih disenangi bawahan
Kekurangan:
-Wibawa pemimpin tidak begitu berarti
-Terlalu banyak suara sehingga sulit menentukan tujuan
-Pemimpin kurang tegas
0 Komentar