5 Desember 2014 pukul 22.00, saat kontraksi sudah 5 menit sekali saya memutuskan untuk meluncur ke rumah bersalin menggunakan taksi. Sepanjang jalan yang hanya menghabiskan waktu 15 menit saja, saya enjoy mengambil posisi nungging untuk mengurangi rasa sakit nya kontraksi ( informasi mengenai posisi nungging ini saya dapat dari hasil googling dan saat benar diaplikasikan ternyata manjur mengurangi rasa sakit!) 

Sesampainya di rumah bersalin saya langsung di giring ke ruang bersalin di temani oleh suami, sementara ibu mertua saya memilih di kamar inap yang kebetulan sudah kami booking sejak sore hari. 

Melihat kondisi ruang bersalin yang tidak terlalu besar dan alat kesehatan seadanya saya sudah yakin bahwa hanya yang berhasil melahirkan secara normal saja yang mampu berada di sini, benar saja, saat akhirnya pecah ketuban pukul 02.00 ibu bidan menghampiri saya dan mengatakan bahwa jika dalam waktu 60 menit posisi bayi tidak berada dibawah maka terpaksa saya akan dirujuk kerumah sakit besar nya yang berjarak 16km. Yang itu artinya kemungkinan besar saya akan di operasi caesar untuk mengeluarkan bayi mungil ini. 

Sementara kedua kakak kandung saya telah menjalani operasi caesar dan gagal menerapkan asi esklusif 6 bulan, Sejak awal kehamilan saya sudah bertekad untuk bisa melahirkan bayi mungil ini secara normal. Kenapa? Alasan utamanya karena saya takut di operasi, yang kedua adalah karena 1 minggu setelah lahiran saya harus menjalani wisuda sarjana saya! hahahaha Yap, kehamilan ini adalah masa-masa luar biasa dalam hidup saya. Saya menikah saat saya berada di semester 8, dan saya harus menjalani masa sidang skripsi saat saya sedang hamil 4 bulan!! you know what saya menghabiskan waktu hampir 12 jam setiap sabtu dan minggu di perpustakaan kampus selama 4 bulan, wara wiri ke kampus ngejar dosen pembimbing, kehujanan naik motor sejak pagi sampai senja, semua saya jalanin bersama si bayi mungil di dalam perut. Memang bayi ajaib ini anugerah dari Tuhan, berkatnya saya mendapat IPK cumlaude dan saya ingat dosen penguji saya yang terkaget kala itu "Kamu mengerjalan skripsi setebal dan sekomprehensif ini hanya dalam waktu 4 bulan dengan kondisi sedang hamil muda begini?" 

Sejak ibu bidan itu mengancam untuk merujuk saya ke rumah sakit, saya kala itu hanya bisa pasrah sambil elus2 perut buncit berusaha untuk bonding dengan si bayi mungil "Dek, kamu tau kan ibu mau wisuda, ibu pengen wisuda dek...tolongin ibu yah sayang, adek bisa kan meluncur ke bawah, biar kita selesein disini aja sekarang, ibu gak mau ke rumah sakit..ayok sayang, kamu bisaaaaa.." Saya ngomong kenceng2 karena percaya si bayi mungil punya telinga yang udah aktif. Saya ngomong di depan suami, suster dan ibu bidan. Saya lihat genangan air mata di pelupuk matanya,  saya tahu dia udah gak tega lihat saya, dia cuma ngomong dengan lirih "mata kamu udah merah banget". Gak kebayang gimana makin bulat dan seremnya bola mata saya kala itu.

Pukul 03.00 kontraksi yang sangaaaaaaat luar biasa menyerang, hanya dalam hitungin 3 detik saja. Tidak ada infus, tidak ada oksigen. Ibu bidan datang lagi keruang bersalin dan memandu saya dan suami untuk mencoba posisi "ngeden" yang berbeda2. "Coba ibu liat gambar itu (sambil menunjuk ke gambar di hadapan saya), saat kontraksinya muncul, langsung ngeden selama 3 detik yah", "siap bidan!" jawab saya dengan semangat 45 dan tekad sekuat baja , dalam hati saya berkata, one shot pasti bisa! sambil terus komunikasi dengan bayi mungil saya coba berbagai posisi sampai akhirnya suami teriak kencang "wah anak gue tuh!!" spontan ketawalah bu bidan dan suster ngedenger ocehan suami yang kegirangan , ternyata si mungil pintar dan cerdas berhasil meluncur ke pintu kehidupan sampai rambut tebalnya menyembul keluar. "Yap ayok bu, sekali ngeden lagi yah" begitu aba2 ibu bidan, dan keluarlah si bayi yang ternyata matanya bulat dan besar bangeeet...saya minta bidan untuk meletakannya di dada saya. Saya hanya bisa pejamkan mata tanpa henti mengucap syukur kepada Allah swt atas segala kemudahan yang diberikan dalam proses pertaruhan hidup dan mati ini, terutama teruntuk bayi pintar yang sangat responsif dan pandai diajak kerja bersama untuk mematahkan asumsi buruknya ibu bidan.

Jadi ceritanya, saya sudah mulai kontraksi sejak pukul 01.00. Perut saya sudah mengeras setiap 15 menit. Pagi harinya saat suami hendak mangkat ngantor, saya bisiki suami bahwa saya sudah kontraksi namun saya menyuruhnya untuk keep calm dan tetap berangkat ngantor. Saya berjanji akan mengabari nya jikala kontraksi sudah semakin hebat. Kemudian sepanjang hari dirumah saya melakukan aktivitas seperti biasa, beberes rumah, nonton tv, ngobrol sama bapak dan ibu mertua sambil sesekali nungging2 dikasur untuk mengatasi rasa kontraksi. Sampai akhirnya pukul 16.00 suami pulang lebih awal dan mengajak saya ke rumah bersalin tempat kami biasa cek up kehamilan. Kenapa saya pilih rumah bersalin ini dibanding rs besar? Pertama kali cek up hamil saya ke rs yang cukup besar dan kapok balik lagi setelah mengantri selama 6 jam!!! dan ternyata seluruh rs besar yang memiliki dokter favorit mengalami hal yang sama. Ibu2 hamil harus rela ngantri atau mengambil kartu antrian sejak pagi untuk jadwal cek up malam hari. How come?? Menurut saya gak manusiawi  ibu hamil yang seharusnya santai, rileks dan tanpa stress harus melewati proses kaya gitu. Sampai akhirnya seorang tetangga merekomendasikan cek up di rumah bersalin yang merupakan cabang dari salah satu rs besar di jakarta. Jaraknya hanya sekitar 4 km dari rumah dan saya cocok dengan dokternya yang adalah kepala dokter SPOG di RSCM. Si bapak dokter ini sudah cukup tua, pembawaanya rileks, gak bawel dan gak banyak larang ini itu. Sayangnya saat waktu melahirkan saya tiba, bapak dokter sedang berada di luar kota sehingga hanya ibu bidan saja yang menemaniku huhuhu

Ngomong-ngomong tentang ibu bidan yang cukup senior ini, saya punya pengalaman yang kurang mengenakan dengan beliau. Ceritanya saat suami saya pulang lebih awal itu kami segera menuju rumah bersalin pada pukul 17.00. Saya digiring ke ruang bersalin untuk cek pembukaan. Sebelum cek pembukaan bu Bidan melakukan observasi dengan menekan2 perut saya, lalu refleks lah saya teriak karena kaget dan sedikit sakit. Dengan spontan si buk bidan langsung nyeletuk "Yaah... baru diginiin bu udah teriak, ini mah tanda2 gak kan berhasil normal nih.." sakiiiiitttt hati rasanya mendengar nyinyiran buk bidan waktu itu. Lalu ketika suami menawarkan langsung cek in kamar, saya menolaknya, tiba2 suasana hati gak enak, saya memohon untuk kembali kerumah dan menutuskan untuk menunggu pembukaan dirumah saja.

Kemudian dirumah saya menangis senangis nangisnya ( sambil menahan mules pastinya), saya diskusi dengan suami apakah mungkin untuk melahirkan dirumah sakit lain saja, karena sepertinya ibu bidan itu jutek dan tidak sabaran. Saya butuh seorang pendamping yang fully support dan gak nyinyir. Suami mencoba mencari alternatif lain, namun akhirnya kami memutuskan untuk tetap kembali kepada ibu bidan itu :'(. tentunya dengan hati lapang dan tekad bulat bahwa apapun yang bidan itu lakukan dan katakan tidak akan pernah membuat mental saya kendor.  and I did it!saya berhasil mematahkan olok2 si ibu bidan, saya berhasil bersalin secara normal yeaaaaay....

"While we trying to teach children all about life, they teach us what life is all about"

VALINSA AYESHA HERVANI
artinya...anak perempuan Hertama dan Silvani yang sehat selalu dan makmur hidupnya.

Nama itu saya dapatkan saat hari ke-3 bayi mungil mata besar ini ada di dunia.  

Bayi ini mengajarkan saya bagaimana menjadi ibu seutuhnya. Bagaimana harus bertekad untuk memberikan yang terbaik dan seharusnya untuk seorang anak. Hak pertama dari seorang anak adalah ASI. 

Kami sekeluarga kebetulan memiliki keturunan puting susu mendelep. Itu alasan mengapa ke2 kakak saya tidak berhasil menyusui selama 6 bulan, Bahkan kakak saya yang pertama tidak sama sekali menyusui anaknya karena ASI yang tidak keluar. Saya pun sangat sangat strugle melewati masa2 menyusui ini. Saya harus menahan kesakitan sampai menangis ditengah malam pada minggu2 pertama setiap menyusui karena puting saya yang pecah berbulan-bulan, saya mengalami mastitis 3 kali sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Kebetulan saya tidak tinggal dengan ibu saya, tidak ada manja2 dalam kamus saya kala itu,  cuci baju, ganti popok, mandiin bayi saya lakukan seorang diri. Sampai tidak sadar bb saya turun drastis 15kg hanya dalam waktu 2 bulan! ( Alhamdulillah gak perlu diet). Dan sayapun gak sadar pernah mengalami yang namanya baby blues, hiks...

Setiap rasa lelah dan keinginan menyerah itu muncul saya selalu ingat bahwa bayi ini sudah membantu dan menemani saya untuk mendapatkan gelar sarjana, kenapa saya harus menyerah untuk ini??

Alhamdulilah saya berhasil mempersembahkan ASI Ekslusif 6 bulan dilanjut sampai usia si bayi mungil mata besar ini 20 bulan. 

Terima kasih yah Nak untuk mau sama2 berjuang sejak kamu ada didalam perut ibu. Ibu yakin darah perjuangan ini kamu miliki juga. Kamu belahan jiwa ibu..

"Ibu tidak akan berhenti berjuang karena ibu mengerti perjuangan itu adalah kamu nak.."